Showing posts with label Wacana. Show all posts
Showing posts with label Wacana. Show all posts

22 December 2022

Melawan Industrialisasi Pendidikan


 

KURESENSI MEDIA - Dalam beberapa dekade terakhir, masyarakat mulai memperhatikan pendidikan anak dengan sangat baik. Setiap orang tua – apapun pekerjaannya, menyekolahkan anaknya di jenjang sekolah formal minimal hingga memperoleh gelar sarjana. 

Apalagi permasalahan mahalnya biaya pendidikan sudah tidak perlu ditakutkan, karena berbagai beasiswa telah hadir untuk membantu mereka yang merasa kesulitan dalam menyediakan biaya pendidikan.

Berdasarkan data statistik perguruan tinggi yang dihimpun oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) bahwa angka partisipasi kasar nasional meningkat dari tahun ke tahun. 

Angka partisipasi kasar nasional ini menunjukkan perbandingan jumlah mahasiswa entry level dengan jumlah penduduk usia 19-23 tahun. Angka partisipasi kasar nasional pada tahun 2016 sejumlah 31,61% dan di tahun 2020 sejumlah 36,16%. 

Semakin meningkatnya angka partisipasi kasar nasional menandakan bahwa kesadaran berpendidikan (ikut serta dalam jenjang sekolah formal) yang semakin tinggi di kalangan keluarga Indonesia.

Diploma Disease

Kepedulian masyarakat untuk membentuk anak-anak yang berpendidikan sangat disayangkan dengan tujuan terspesialisasi. Pendidikan yang saat ini hadir, terutama pada tingkat perguruan tinggi berfokus untuk menciptakan para pekerja yang handal. 

Para pekerja yang siap melakukan satu pekerjaan tertentu. Hal ini terlihat dari berbagai jurusan yang tersedia di perguruan tinggi hanya fokus mempelajari satu bidang tertentu.

Baca juga: Menjawab Quarter Life Crisis

Pemikiran umum yang terbentuk atas fenomena tersebut adalah pendidikan bertujuan untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik. Manusia (para pemuda) dipersiapkan hanya untuk memenuhi kebutuhan kepegawaian di berbagai sektor kehidupan melalui spesialisasi pendidikan yang diambil. 

Pemikiran ini muncul atas adanya sekularisasi pendidikan yang memisahkan antara agama dan sains. Sehingga orientasi kemasyarakatan lebih diutamakan dengan menciptakan sosok pekerja-pekerja berpendidikan yang mudah diatur.

Namun, Wan Mohd dalam buku Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al Attas menjelaskan fenomena ini dapat berimbas pada munculnya diploma disease

Patologi psiko-sosial yang disebut sebagai diploma disease tersebut merupakan bentuk usaha untuk meraih gelar dengan tujuan nilai-nilai sosial-ekonomi. Masyarakat sudah tidak lagi fokus pada kepentingan pendidikan itu sendiri. 

Hal ini menyebabkan pendidikan menjadi hambar dan kaku. Imbasnya pelajar dan mahasiswa hanya sekadar mengejar angka di atas kertas tanpa menganggap penting nilai-nilai spiritual dan intelektual yang seharusnya menjadi tujuan pendidikan.

Pengangguran Terdidik

Fenomena spesialisasi pendidikan pada mulanya dianggap baik karena mempersiapkan pemuda hasil bonus demografi untuk dapat bekerja secara maksimal. 

Tetapi, fakta menunjukkan bahwa pengangguran terdidik tetap tinggi karena ketersediaan lapangan pekerjaan tidak berimbang dengan jumlah lulusan berpendidikan terspesialisasi.

Meski beberapa tahun ke belakang angka pengangguran terdidik semakin menurun, tetapi tingkat penurunannya tidak signifikan. 

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020 lalu menunjukkan bahwa terdapat sejumlah 9,77 juta angka pengangguran terbuka. Dengan rincian pengangguran terdidik, 13,55 persen lulusan SMK, 9,86 lulusan SMA, 8,08 persen lulusan diploma, dan 7,35 persen lulusan universitas.

Data ini menunjukkan spesialisasi pendidikan yang direncanakan bahkan tidak memenuhi tujuan dalam ranah nilai-nilai sosial-ekonomi. Pengangguran yang ada justru menjadi ancaman masalah sosial lain bisa timbul karena masyarakat tidak memegang prinsip-prinsip spiritual dan intelektual yang kuat.

Memurnikan Tujuan Pendidikan

Masalah tersebut berkenaan dengan sistem yang berlaku dalam dunia pendidikan. Pelajar secara umum tidak perlu terikat dan bergantung pada sistem pendidikan yang menjadi sebab munculnya diploma disease

Perlu disadari bahwa tujuan pendidikan mensyaratkan seseorang dapat berpikir dengan lebih optimal sehingga dapat menjadi individu yang lebih baik. Individu yang baik akan dapat menghadapi apapun masalah yang berada di depannya dengan cara yang baik.

Secara kaidah ajaran Islam, tujuan pendidikan yang lebih besar adalah untuk mencapai keridhoan Allah SWT. Tujuan tersebut sangat kental berlandaskan nilai-nilai aqidah spiritual. 

Peningkatan nilai spiritual di kalangan pemuda perlu diimbangi dengan peningkatan kecerdasan perilaku dan intelektual sehingga mampu mencapai derajat insan kamil (manusia yang sempurna).

Pelajar harus juga mencari pengalaman-pengalaman untuk mengasah tiga kecerdasan (intelektual, spiritual, perilaku) selagi masih menempuh jenjang pendidikan formal. 

Pengalaman berorganisasi, membangun jejaring, berdiskusi, ikut serta lomba, dan sebagainya dapat menjadi landasan yang memperkuat tiga kecerdasan itu. 

Namun, perlu disadari juga bahwa manusia yang baik akan terus belajar hingga berpisah dengan dunia. Artinya, kunci utama dalam menghadapi dunia yang terus berubah adalah tidak berhenti belajar dan berusaha mencapai ridho Allah SWT. Wallahu’alam bishshawab.[s] 

11 December 2022

Dampak Globalisasi Terhadap Demokratisasi Ekonomi Rakyat Indonesia

Dampak Globalisasi


KURESENSI MEDIA - Seiring waktu berjalan melewati abad 20, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) semakin pesat dan mutakhir. Perkembangan iptek mendorong berbagai pembaharuan dan pemanfaatan hasil teknologi. 

Pemanfaatan teknologi mendorong fenomena globalisasi. Globalisasi secara etimologi berasal dari kata global yang artinya dunia. Secara etimologi, globalisasi adalah proses masuknya ke ruang lingkup dunia (Nurhaidah & Musa, 2019)

Globalisasi juga dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan dalam bidang ekonomi dan sosial yang berkombinasi dengan pembentukan kesalinghubungan regional dan global yang unik, yang lebih intensif dan ekstensif dibandingkan dengan periode sebelumnya, yang menantang dan membentuk kembali komunitas politik, dan secara spesifik, negara modern (Winarno, 2008)

Berdasarkan dua pengertian tersebut, globalisasi adalah proses terjadinya kesalinghubungan regional dan dunia secara unik serta mendorong terjadinya perubahan-perubahan di berbagai bidang seperti ekonomi, sosial budaya, dan lain-lain.

Bangsa Indonesia memiliki ciri khas dan keunikan yang berbeda dibandingkan dengan negara-negara lain (Ermawan, 2017). Ciri khas tersebut misalnya dalam hal keanekaragaman budaya, perekonomian kerakyatan, dan dalam hal yang paling fundamental seperti dasar negara. 

Globalisasi yang meningkatkan keterkaitan global, memudahkan informasi dari berbagai belahan dunia untuk masuk ke Indonesia. Arus informasi eksternal tentu membawa pengaruh bagi kepribadian bangsa Indonesia yang pada dasarnya memiliki ciri khas dan keunikan dalam berbagai bidang. 

Pada kesempatan ini, kami akan memberikan keterangan pengaruh globalisasi terhadap bidang ekonomi rakyat.

Ekonomi Kerakyatan

Bung Hata mengenai konsepsi demokrasi pernah mengatakan, ‘demokrasi dapat hidup dan kuat, kalau ada rasa tanggung jawab pada rakyat. Dengan tidak adanya rasa tanggung jawab, tak mungkin ada demokrasi’ (Wardhono, 2015)

Demokrasi yang telah kita kenal adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Selaras dengan Bung Hatta, maka dalam kerangka ekonomi dapat diartikan bahwa kedaulatan perekonomian ada di tangan rakyat. 

Konsepsi ekonomi kerakyatan adalah bagian dari ekonomi Pancasila. Prof. Mubyarto menjelaskan bahwa ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan rakyat.

Dalam praktiknya, ekonomi kerakyatan berbasis Pancasila melekat nilai-nilai moralistik, demokratik, dan mandiri. Pengaplikasian ekonomi Pancasila melekat pada perilaku ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia di semua sektor ekonomi. 

Pangsa pasar terbesar ekonomi yang diusahakan rakyat kecil dalam bentuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) masih sangat dominan. Dalam hal ini, ekonomi kerakyatan dilakukan dalam wujud yang wajar, adil, jujur dan fair

Ekonomi kerakyatan mengandung kebebasan dengan tanggung jawab, keteraturan tanpa mematikan inisiatif rakyat, mengejar masyarakat adil dan makmur atas landasan demokrasi ekonomi.

Dampak Globalisasi

Konsep globalisasi sering dipersamakan dengan kapitalisme. Hal ini tidak bisa disalahkan, mengingat proses globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan paham kapitalisme seperti mengglobalnya peran pasar, investasi dan proses produksi dari perusahaan-perusahaan transnasional. 

Persamaan mendasar antara globalisasi dan kapitalisme adalah rangka perluasan pasar, kemungkinan penggunaan tenaga kerja murah dan pengerukan keuntungan sebesar-besarnya dari sumber alam dan sumber manusia negara lain. 

Hingga saat ini paling tidak proses kapitalisme masih eksis keberadaannya melalui kontroversi Bank Dunia dan IMF yang mendapat julukan sebagai the new colonial masters. 

Meski hujatan terus mengalir, terutama ditujukan pada kegagalan propagandanya pada Dunia Ketiga yang mengatakan bahwa pasar bebas dan economic orthodoxy mampu mengatasi kemiskinan dan menjaga ekologi ternyata tidak terbukti (Wardhono, 2015).

Globalisasi membawa pengaruh yang cukup pekat dalam dunia ekonomi. Muncul budaya konsumtif dalam diri masyarakat. 

Muncul berbagai perusahaan yang terus-menerus menggunakan tenaga kerja murah yang tidak sebanding dengan besarnya kinerja yang diberikan. 

Ekonomi sebagian besar dikuasai oleh para pemilik modal, sedangkan kalangan menengah ke bawah sulit untuk menggerakan ekonomi dengan lebih leluasa. Mudahnya pemerintah menggunakan sistem utang kepada pihak eksternal sebagai dasar pembangunan.

Dalam menghadapi keterbukaan ekonomi dunia maka kepentingan nasional harus dikedepankan melalui kebijakan-kebijakan pemerintah yang tangguh dan sadar kedaulatan. Ke depan diperlukan kebijakan ekonomi di tingkat mikro dan makro yang jelas dan transparan. 

Negara melalui pemerintah mempunyai mandate sebagai katalisator dan stabilisator ekonomi. Karena selama ini, disadari bahwa terdapat pola asimetri yang tampak jelas antara kebijakan dan implementasinya. 

Hambatan terbesar adalah karena kebijakan ekonomi yang diintrodusir pemerintah masih pekat akan pola paternalism yang berbarengan dengan menguritanya sistem-sistem dan struktur lama. 

Ambil contoh, jika kita amati kebijakan pemerintah masih kurang mampu menghadirkan pelaku bisnis handal yang benar-benar teruji. Hal ini paling tidak juga tercermin dari rapuhnya mikro institusional yang kita miliki. 

Kondisi ini menunjukkan indikasi ketidakjelasan arah kebijakan yang ingin dituju. Belum lagi dampak globalisasi dan perdagangan bebas yang menciptakan masyarakat berorientasi apsar ternyata menghadirkan masyarakat berperilaku konsumtif. 

Berpijak dari ini maka kebijakan pemerintah ke depan harus mampu menekan laku konsumtif dimana konsumen sebagai korban.

Daftar Pustaka

Ermawan, D. (2017). Pengaruh Globalisasi terhadap Eksistensi Kebudayaan Daerah di Indonesia. Jurnal Kajian Lemhannas RI, 32(1), 1–54.

Nurhaidah, & Musa, M. I. (2019). Dampak Pengaruh Globalisasi Bagi Kehidupan Bangsa Indonesia. Jurnal Pesona Dasar, 7(2), 1–9. https://doi.org/10.24815/pear.v7i2.14753

Wardhono, A. (2015). Demokrasi Ekonomi Indonesia Di Tengah Globalisasi: Antara Ekonomi Konglomerasi dan Ekonomi Rakyat. In A. Taufiq, A. F. Hadi, & Anwar (Eds.), Reaktualisasi Pancasila Menyoal Identitas, Globalisasi, dan Diskursus Bangsa-Bangsa (p. 27). Penerbit Ombak. http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/65672/Ainul Latifah-101810401034.pdf?sequence=1

Winarno, B. (2008). Globalisasi dan Masa Depan Demokrasi. Jurnal Unair, 124.

14 August 2022

Apa itu Resensi?



Kuresensi telah banyak menyajikan konten berupa resensi untuk membantu pembaca dalam mencari buku, film, atau anime yang mungkin disukai. Meski dalam beberapa kesempatan, selain sajian resensi blog ini juga menyajikan artikel dan berita. Pada kesempatan ini, barangkali kita perlu membahas secara mendetail mengenai resensi. Karena penamaan “resensi” mungkin cukup asing bagi orang-orang yang belum mengetahuinya. Tetapi dalam berbagai karya jurnalistik seperti media online, koran, dan majalah sudah banyak yang menyajikan resensi sebagai salah satu rubriknya.


Pengertian pertama dirujuk ke sumber utama pengertian dasar yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Berdasarkan KBBI, resensi adalah pertimbangan atau pembicaraan tentang buku; ulasan buku.


Pengertian lain yang dirujuk dari Kompas.com yaitu menurut H. Dalman dalam Keterampilan Menulis (2016) menyatakan bahwa resensi merupakan tulisan ilmiah yang membahas isi sebuah buku, termasuk kelemahan dan keunggulannya untuk diberitahukan kepada pembaca.


Baca juga: Kumpulan Renungan Agar Tidak Salah Langkah


Jadi pengertian yang tertera di KBBI atau menurut H. Dalman menyatakan bahwa resensi ini merupakan pembicaraan yang bahasan utamanya adalah seputar ulasan buku. Meski begitu dalam perkembangannya, resensi tidak hanya sebatas membahas karya pustaka berupa buku atau yang lainnya. Tetapi lebih luas lagi, resensi bisa dibuat untuk mengulas berbagai karya. Seperti rubrik-rubrik di dalam Kuresensi yang selain membahas buku, juga membahas film dan anime pada ranah rubrik resensi.


Resensi ini memiliki beberapa tujuan tertentu. Pertama, memberi pemahaman komprehensif mengenai suatu karya berdasarkan sudut pandang penulis resensi. Kedua, mengajak pembaca berpikir dan mendiskusikan lebih jauh substansi karya. Ketiga, memberi pertimbangan kekurangan dan kelebihan buku. Keempat, memberi informasi mendetail tentang sebuah karya.


Ada tiga jenis resensi berdasarkan sajian informasi yang terkandung di dalamnya. Pertama resensi informatif, ulasan yang berisi informasi suatu karya. Biasanya berisi ringkasan mengenai substansi karya. Kedua resensi evaluatif, ulasan yang berisi penilaian karya. Berisi ringkasan juga, namun hanya secara singkat selebihnya penulis memaparkan penilaian mengenai kelemahan dan kelebihan karya. Ketiga resensi informatif-evaluatif, pada resensi ini penulis memadukan antara ringkasan karya dan penilaian kelebihan kekurangannya secara seimbang.


Baca juga: Itadori Yuji; Pahlawan atau Ancaman?


Secara umum resensi sama seperti teks wacana. Struktur resensi berisi judul, pendahuluan, isi, dan penutup. Namun sebelumnya resensi juga berisi data buku yang memberikan informasi detail buku yang diulas.


Artinya jika kita pernah menulis wacana, maka tidak akan kesulitan memahami bagaimana resensi itu ditulis. Karena pada dasarnya perbedaan resensi dari wacana adalah mengganti fokus data bahasannya menjadi data suatu karya yang dinilai. Tetapi, secara umum resensi juga memuat pendapat dan penilaian dari penulis terhadap sajian informasi suatu karya.


Jika anda berminat menulis resensi, ada berbagai media yang menerima tulisan resensi dari pembaca. Baik media online ataupun media cetak. Salah satunya anda bisa kirimkan di blog kuresensi ini dengan syarat yang dapat dibaca disini. Kuresensi menerima resensi dari penulis, baik berupa resensi buku, film, atau anime. Jika pembaca ingin mendiskusikan sesuatu atau ada kritik dan saran yang ingin diberikan bisa ditulis di komentar. Selamat menulis.

3 March 2022

Saling Bergotong Royong, Upaya Bangun Bangsa Dari Dasar

Ilustrasi. Saling Bergotong Royong, Upaya Bangun Bangsa Dari Dasar (Henning Westerkamp/pixabay)

KURESENSI MEDIA - Manusia ditakdirkan Tuhan sebagai makhluk sosial, artinya tidak bisa hidup sendiri. Maka manusia membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama. 

Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti saling menghormati, menghargai, dan saling menyayangi.

Saling membantu ini tentunya dalam hal kebaikan, bukan dalam keburukan dan kejahatan. Allah berfirman, 

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS al-Ma'idah [5]: 2).

Umat muslim sangat dianjurkan untuk saling tolong-menolong dalam hal kebaikan. Bantuan sekecil apapun yang dapat diberikan kepada orang lain akan sangat berharga untuk orang tersebut.

Bantuan yang diberikan tidak hanya berupa harta saja, tetapi juga bisa berupa tenaga dan pikiran yang sesuai dengan kemampuan.

Makna Gotong-Royong

Gotong-royong berasal dari kata gotong yaitu bekerja dan royong yaitu bersama. 

Bersama dalam segala sikap sosial seperti musyawarah, kekeluargaan, saling membantu dalam melaksanakan suatu pekerjaan agar lebih mudah diselesaikan. 

Budaya gotong royong merupakan salah satu perwujutan nyata dari semangat jiwa persatuan Negara Indonesia. Dan budaya ini harus tetap dijaga dan diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Gotong royong merupakan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, satu perjuangan bantu-binantu bersama. 

Gotong royong merupakan identitas asli sekaligus pondasi sosial budaya bangsa Indonesia, yang secara harfiah berarti bekerja bersama-sama menurut batas kemampuannya untuk mencapai hasil yang ingin diwujudkan.

Memperkuat dan menggelorakan nilai-nilai gotong royong dan semangat kekeluargaan yang ada pada masyarakat sebagai energi bersama guna mengatasi dan menanggulangi berbagai masalah sekaligus membangun bangsa

Membangun bangsa membutuhkan kerja sama, gotong royong dari seluruh elemen bangsa untuk mencapai hasil yang diinginkan serta membangun komitmen dalam menjaga kebhinekaan agar tetap satu. 

Maka, membangun bangsa Indonesia tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja, tapi perlu sinergi dan gotong royong oleh semua pihak.

Gotong-Royong dalam Nilai Pancasila 

Pancasila mengandung nilai-nilai dan keyakinan yang dapat menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Sebagai ideologi bangsa, nilai-nilai Pancasila perlu ditanamkan dalam diri setiap individu warga negara sejak usia dini. 

Salah satu nilai penting yang secara tersirat dalam ideologi Pancasila adalah nilai gotong royong. Karena dasar dari semua komponen dalam Pancasila adalah gotong royong. 

Memang gotong royong tidak tercantum secara gamblang dalam kelima sila dalam pancasila, namun, gotong royong merupakan intisari dari dasar negara Indonesia tersebut. 

Di era yang canggih dan serba cepat ini, budaya gotong royong dalam membangun semangat persatuan bangsa Indonesia diharapkan untuk tetap bertahan, kuat dan tak tergoyahkan terutama dalam semangat para pemuda-pemudi penerus bangsa. 

Oleh karena itu, budaya gotong royong perlu dikuatkan terus-menerus karena mulai surutnya semangat itu diera serba cepat dan canggih ini.

Maka dengan gotong royong akan memupuk rasa kebersamaan dan meningkatkan solidaritas sosial, mempererat semangat persaudaraan, menyadarkan masyarakat tentang kepentingan umum, tanggung jawab sosial, kerukunan, toleransi serta semangat persatuan dalam masyarakat tanpa pandang ras dan budaya.

Jadi budaya gotong royong sangat berperan dan sangat penting dalam semangat persatuan bangsa Indonesia. 

Budaya ini telah dikenal dari zaman dahulu dan terus dikembangkan dari zaman ke zaman. 

Walaupun zaman semakin canggih dan serba cepat, budaya ini tetap dipertahankan dan tidak boleh punah, karena budaya gotong royong adalah ciri khas bangsa Indonesia dan menjadi dasar bagi persatuan bangsa. 

Melalui budaya gotong royong, segala sesuatu yang sulit bisa menjadi mudah. Mari tetap memelihara budaya gotong royong dalam membangun semangat persatuan bangsa kita yaitu bangsa Indonesia. Wallahu’alam bishshawwab. [s]

(Elly Erna Safitri/Mahasiswa UIN Walisongo)

29 November 2021

Olahraga sebagai Penjaga Sistem Imunitas di Masa Pandemi

 


(Artikel oleh Zakia Pratiwi/ Anggota KKN RDR Kelompok 76 UIN Walisongo)


Pandemi Covid-19 terjadi ketika kondisi atau keadaan persebaran Covid-19 telah menyebar ke wilayah di seluruh dunia. Data per-18 November 2021 tercatat 255.633.407 kasus Covid-19 di seluruh dunia dan di Indonesia telah mencapai 4.251.945 kasus terkonfirmasi Covid-19. Pandemi telah memengaruhi berbagai aspek secara internasional dalam bidang ekonomi, politik, sosial, aktivitas keagamaan dan kesehatan. Transmisi Covid-19 terjadi terutama melalui kontak erat dengan orang yang terinfeksi virus melalui percikan air liur (batuk, bersin), benda yang terkontaminasi, dan transmisi udara. Masing-masing orang memiliki respons yang berbeda terhadap Covid-19. Sebagian orang yang terpapar virus ini akan mengalami gejala ringan hingga sedang, dan akan pulih tanpa perlu dirawat di rumah sakit. Gambaran klinis infeksi Covid-19 adalah demam, batuk, sesak napas, diare, nyeri kepala dan kehilangan rasa atau bau. Strategi pencegahan yang baik dapat mengurangi tingkat penyebaran penyakit (Halabchi et al., 2020).

 

Pandemi Covid-19 ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat. Semua kegiatan harus dilakukan dari rumah, baik itu belajar, bekerja, beribadah, bahkan olahraga sekalipun. Sebenarnya olahraga bisa dilakukan di luar rumah maupun di dalam rumah. Namun, di masa pandemi olahraga harus dilakukan dengan cermat dan dipertimbangkan dengan seksama.  Banyak orang menganggap yang penting olahraga dengan jarak terpisah minimal satu meter dan memakai masker sudah cukup aman. Padahal tidak semua olahraga di luar ruangan itu aman.

 

Baca juga: Pengaruh Ketidakpatuhan Masyarakat Terhadap Penyebaran Covid-19


Olahraga saat Pandemi dan Intensitasnya

Pada masa pandemi melakukan olahraga dengan intensitas dan durasi sedang dapat mendukung respon imun dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Sedangkan olahraga dengan intensitas tinggi dan berkepanjangan tidak disarankan untuk dilakukan karena dapat menyebabkan turunnya imunitas tubuh. Olahraga di masa pandemi menjadi suatu kebutuhan pokok karena olahraga dapat mengusir kebosanan di rumah, meningkatkan imunitas, mengisi waktu luang, dan meningkatkan energi dalam menjalankan rutinitas sehari-hari. Kurangnya aktivitas fisik selama masa pandemi dapat meningkatkan risiko penyakit dan obesitas. Asupan makanan meningkat disertai aktivitas fisik berkurang akan meningkatkan obesitas. Aktivitas fisik yang tepat dapat mengurangi stres dan kecemasan. Kadar endorfin akan meningkat setelah berolahraga (Malt et al., 2019). 

 

Keadaan udara pada masa pandemi ini memiliki dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, konsentrasi nitrogen dioksida berkurang jauh sejak adanya larangan dan pembatasan transportasi di jalanan. Sekolah dan kampus ditutup untuk mengurangi penyebaran penyakit dan karantina masal (Wilder-Smith and Freedman, 2020). Bahkan emisi karbondioksida juga menurun (Dutheil, 2020). Namun udara juga dikontaminasi oleh percikan air liur (batuk, bersin) masyarakat penderita Covid-19 (orang tanpa gejala) yang masih berlalu lalang harus melakukan berbagai aktivitas di luar rumah. Tentunya hal ini harus dipertimbangkan dengan cermat saat melakukan olahraga di luar rumah. Jika terpaksa berolahraga di luar rumah dan menggunakan fasilitas umum, hendaknya melakukan desinfeksi ke semua peralatan sebelum dan setelahnya. Pada prinsipnya, peningkatan kemungkinan untuk kontak dengan orang yang terinfeksi ataupun melakukan hal yang dapat menurunkan sistem imun, akan  meningkatkan risiko kita untuk terinfeksi virus ini. Jika awalnya kita tidak terbiasa berolahraga, disarankan untuk melakukan olahraga secara bertahap. Olahraga berlebihan secara mendadak dapat menurunkan sistem imun (Zhu, 2020).

 

Olahraga meningkatkan respon sel dan sistem imun dalam hitungan detik sampai menit setelah mulai berolahraga. Jadi disarankan olahraga secara rutin agar imunitas terpelihara dengan baik. Rekomendasi mengenai olahraga pada masa pandemi tergantung keadaan kesehatan masing-masing. Pada masa pandemi, semua orang tidak diperbolehkan melakukan olahraga dengan intensitas tinggi. Hal ini dilakukan karena orang yang tidak menunjukkan gejala infeksi terhadap Covid-19 pun dapat menularkan penyakit pada orang lain (carrier) (Halabchi et al., 2020). Olahraga di rumah dengan alat sederhana sangat cocok untuk meminimalkan risiko penularan dan mengurangi risiko penyakit kronis. Naik turun tangga, senam, yoga, angkat beban, sit up, push up, maupun senam juga merupakan alternatif yang baik. Olahraga tersebut hanya membutuhkan sedikit ruang dan bisa dilakukan di setiap waktu. Video olahraga yang tersedia di internet juga bisa dimanfaatkan untuk acuan mempertahankan kesehatan fisik dan mental selama periode kritis pandemi ini (Chen et al., 2020). Olahraga sebaiknya dilakukan minimal 30 menit dengan intensitas sedang setiap hari.


(Zakia Pratiwi/ Anggota KKN RDR Kelompok 76 UIN Walisongo)*

26 November 2021

Pengaruh Ketidakpatuhan Masyarakat Terhadap Penyebaran Covid-19

 


(Artikel oleh Lutfan Khanif/ Mahasiswa KKN RDR Angkatan 77 UIN Walisongo)


Covid-19 merupakan jenis virus yang dapat melemahkan imun tubuh. Virus ini baru ditemukan pada tahun 2019 dan mengakibatkan pandemi berkepanjangan di seluruh dunia (WHO, 2020). Dilansir dari World Health Organization (WHO) pada  25 November 2021 secara global tercatat lebih dari 259 juta kasus yang terkonfirmasi positif dan 5,17 juta kasus di antaranya dinyatakan meninggal. Indonesia juga menjadi salah satu negara yang tidak luput dari serangan penyakit ini. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia (RI) pada waktu yang sama tercatat lebih dari 4 juta kasus dengan lebih dari 144 ribu orang yang meninggal.


Banyak cara yang sudah dilakukan sebagai upaya melawan pandemi. Penanganan dan pencegahan sudah dilakukan secara global, nasional, dan wilayah. Beberapa cara penanganan Covid-19 yang sudah dilakukan seperti tracking atau penelusuran kontak fisik orang yang terjangkit, menggunakan tes Rapid, edukasi kepada masyarakat, dan lain-lain. Sedangkan pencegahan yang sudah digaungkan sebagai perlawanan terhadap pandemi di antaranya memakai masker, mencuci tangan menggunakan sabun atau handsanitizer, mengurangi mobilitas kegiatan, menghindari kerumunan, dan lain-lain.


Sejatinya strategi penanganan dan pencegahan yang dilakukan di atas dapat menekan laju percepatan penyebaran Covid-19 seperti yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia menetapkan peraturan sementara seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan berbagai level yang menyesuaikan jumlah kasus positif di suatu daerah tertentu. Upaya preventif yang diterapkan oleh pemerintah dapat menekan penyebaran Covid-19 di Indonesia, sebagai buktinya setelah diberlakukannya PSBB dan PPKM sedikit banyak menurunkan kasus positif Covid 19 ini.


Baca juga: Ikut Andil Memutus Penyebaran Covid-19, Mahasiswa KKN UIN Walisongo Bagikan Masker Gratis


Pentingnya Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat sangatlah penting dalam menyukseskan perlawanan terhadap pandemi Covid-19. Implementasi protokol kesehatan dan peraturan-peraturan yang tercantum dalam PPKM merupakan suatu bentuk keharusan agar PPKM dapat berjalan dengan baik.


Pada prakteknya banyak ditemukan masyarakat yang acuh bahkan dengan terang-terangan membantah peraturan yang ada. Seiring berjalannya waktu, pelonggaran pembatasan sosial mulai dijalankan namun sebagian masyarakat ditemukan tidak menerapkan atau  mematuhi protokol kesehatan secara baik dan benar baik saat bepergian, misalnya ke tempat umum atau keluar dari rumah dan bertemu orang dimana bisa menimbulkan keresahan bagi masyarakat  sekitar yang sudah taat protokol kesehatan..


Ketidakpatuhan masyarakat semakin hari semakin meningkat. Adapun bentuk pelanggaran yang paling sering didapati adalah tidak memakai masker saat keluar rumah dan membuat kerumunan ditempat keramaian. Hal-hal tersebut terjadi karena persepsi masyarakat yang menganggap remeh pengetahuan terhadap Covid-19 dan yang paling sering dibuat sabagai alasan perlawanan adalah ekonomi.


Pengaruh dari ketidakpatuhan ini tentunya kegagalan dalam melawan pandemi itu sendiri. Akibatnya pemerintah harus mengeluarkan peraturan yang lebih tegas terhadap masyarakat yang didapati melanggar. Ketidakpatuhan masyarakat juga berpengaruh kepada mereka sendiri, keluarga, dan setiap orang terdekat karena dengan ketidakpatuhan itu maka pandemi bisa jadi semakin bertambah lama. Semakin lama pandemi berlangsung, maka keadaan ekonomi dan kehidupan masyarakat tidak akan pulih atau menemukan kesejahteraan sebagaimana mestinya.


Perlu adanya gencaran edukasi tentang pencegahan Covid 19 sambil menekan percepatan vaksinasi kepada seluruh masyarakat. Edukasi dapat dilakukan dengan menggandeng pihak-pihak yang dapat mempengaruhi banyak orang seperti public figure. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara memantau protokol kesehatan kepada masyarakat melalui lingkup dari yang terkecil seperti RT, RW, dusun, desa, dan seterusnya. Kebijakan juga harus ditekankan, konsisten dan tegas agar kepercayaan masyarakat dapat muncul dan terbentuk juga kepatuhan. 


(Lutfan Khanif/ Mahasiswa KKN RDR Angkatan 77 UIN Walisongo)*