Resensi Buku What’s So Wrong About Your Self Healing – Ardhi Mohamad
Selesai dengan buku pertama dari Ardhi Mohamad yaitu What’s So Wrong
About Your Life, saya punya kesan yang baik dengan bagaimana Ardhi memaparkan
masalah yang ia kemukakan. Bahasa penulisan yang digunakan Ardhi mirip dengan
bagaimana penulis Alvi Syahrin memaparkan bahasan dalam bukunya, tetapi
memiliki sisi menarik lain yang lebih mendalam. Pengalaman itu, membuat saya
bergegas beralih ke buku kedua Ardhi Mohamad berjudul What’s So Wrong About Your
Self Healing.
Dua buku yang ditulis oleh Ardhi Mohamad samasama masih berada pada
tema self improvement. Keduanya membahas permasalahan yang mungkin
dihadapi oleh setiap orang (dalam hal ini kaum millennial) ketika menjalani
kehidupan. Buku keduanya diterbitkan oleh penerbit Alvi Ardhi Publishing – yang
mana tanpa dicari tahu pun, mungkin para pembaca sudah bisa menebak bahwa
penerbit ini bisa jadi adalah penerbit yang dibuat oleh Ardhi bersama penulis
yang sudah lebih dahulu terkenal namanya, Alvi. Mungkin keduanya teman sejak
lama yang dulunya hobi mereka samasama menulis, kemudian ternyata keduanya
berhasil menerbitkan masing-masing best seller booknya sendiri sehingga
memperbesar kemungkinan kerjasama membentuk lembaga penerbitan milik mereka
sendiri.
Eitzz…
Setelah dicari tahu, ternyata Alvi dan Ardhi ini saudara sepupu (maap
saya baru tahu). Jadi, saya telah membuat prediksi yang salah. Tetapi tidak
apa-apa. Part di atas tidak akan saya hapus sebagai bentuk mengakui bahwa
manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Dan, Alvi Ardhi Publishing adalah jalur
self publishing yang didirikan oleh mereka berdua. Barangkali hal ini
memperkuat, mengapa gaya penulisan Alvi dan Ardhi ini cenderung begitu mirip.
Baca juga: Unsur-Unsur di dalam Resensi Buku
Tanpa Kata Pengantar
Telah menjadi pengetahuan umum bahwa suatu karya buku pasti memuat
kata pengantar untuk menjelaskan latar belakang buku atau hal lain yang ingin
disampaikan pengarang dalam mengantarkan buku yang ditulisnya. Anehnya atau
mungkin bisa juga disebut uniknya, buku ini tanpa kata pengantar bro. Tidak
mungkin kan, seorang penulis buku, menyelesaikan bukunya berlembar-lembar
tetapi dia tidak bisa menuliskan kata pengantar. Alasan logisnya pasti bukan
karena beliau tidak bisa menuliskannya. Tetapi bisa jadi tidak ingin
menulisnya.
Ardhi hanya menulis basmallah, pujian kepada Allah, dan satu
kalimat lagi sebagai pembuka buku ini. Begini katanya, Nggak usah pakai kata
pengantar segala, ya, paling juga pada males bacanya. Kupikir Ardhi hanya
ingin memberikan citra yang unik dalam buku ini sehingga entah bagaimanapun dia
membuka buku, dia tidak menuliskan kata pengantar dengan seperti biasanya. Begitulah
karya kontemporer, semakin kontemporer suatu karya semakin bias patokannya.
Selanjutnya sebelum daftar isi, Ardhi juga menyelipkan kalimat
berbahasa inggris, Self healing is a long journey. The harder it is, the
stronger your heart will be.
Bagaimanapun buku keduanya ini diterbitkan dengan metode self
publishing sehingga tidak adanya kata pengantar tidak akan menjadi masalah.
Entah pada akhirnya menjadi ciri unik dan membongkar kebiasaan lama atau malah
akan memperburuk citra karya, itu semua bisa dinilai oleh masing-masing
penikmat bacaannya. Pada intinya, saya melihat ini sebagai bentuk terobosan
baru dan unik. Bagi kaum millennial, justru bisa menjadi penambah rasa
penasaran untuk membaca buku itu.
Baca juga: Meneladani Kisah Nabi dan Rasul
Ardhi dan Dakwah Millenial
Banyak buku self improvement yang beredar di pasaran
tentunya. Tetapi, buku yang ditulis oleh Ardhi ini bergaya indie namun tetap
lugas. Seperti gaya orang sedang curhat. Ketika pembaca memiliki permasalahan
seperti yang diceritakan oleh Ardhi, maka pembaca akan dapat merasakan perasaan
“aku banget” dalam cerita-cerita yang disuguhkan oleh Ardhi.
Ardhi dalam buku What’s So Wrong About Your Self Healing membahas
berbagai hal ketika merasa gagal dalam berbagai situasi. Kegagalan di dalam
keluarga, tak punya semangat hidup, teman yang tidak bisa mengerti, merasa
tidak berguna, butuh perhatian orang lain, merasa sedih tak berkesudahan, dan
seterusnya. Ardhi ceritakan semuanya seperti selayaknya dua orang sahabat
saling curhat, menggebu-gebu dan begitu serius.
Yang membuat menarik bagi saya adalah solusi yang diberikan Ardhi
dari permasalahan yang dia ceritakan begitu luar biasa ketika ia hubungkan
dengan nuansa keagamaan. Landasan-landasan Islami yang ia selipkan sebagai
penguat dari solusi yang diberikan. Keren banget. Ini bukan sekedar buku self
improvement. Tetapi, saya memandang Ardhi tengah berusaha menyampaikan
kebenaran dengan cara millennial.
Orang-orang quarter life sangat saya sarankan membaca buku
ini. Karena permasalahan yang dikemukakan kebanyakan berkisar antara masa-masa
tersebut. Solusi yang diberikan olehnya saya pikir sangat relevan dan bisa
dipraktikkan.
No comments:
Post a Comment