The Alchemist – Paulo Coelho
(Resensi oleh Firman Hardianto)
Setiap manusia – tanpa terkecuali, memperoleh ujian dalam kehidupan
yang dijalaninya. Tentunya, ujian yang dialami berbeda-beda antara satu dan
yang lain. Namun, dari setiap ujian yang pernah dialami dapat menjadi
pembelajaran bagi manusia lain untuk saling memahami bagaimana seharusnya
bersikap secara benar dalam kehidupan. Bahkan, pembelajaran itu tidak hanya
berasal dari ujian yang dialami. Lebih lanjut bisa dari alam, makhluk hidup
lain, peristiwa yang terjadi, film yang ditonton, buku yang dibaca, dan dari
kisah-kisah fiksi yang dikarang oleh manusia.
Paulo Coelho, seorang novelis asal Brazil yang juga anggota dari Brazilian Academy of Letters mengisahkan misteri Alkemis dan ujian kehidupan yang dialami Santiago dalam perjalanan mencari harta karunnya. Kisah ini ada dalam bukunya, The Alchemist (Sang Alkemis, alih bahasa Indonesia) yang telah dicetak berkali-kali dan dalam berbagai bahasa. Setiap manusia menginginkan harta karun, tetapi tak setiap manusia mau berusaha mendapatkan harta karun itu. Santiago – yang terkenal sebagai si penggembala domba, terus berusaha mencari harta karun miliknya sendiri.
Santiago – meski dirinya hanyalah seorang penggembala domba,
memiliki hobi membaca buku. Santiago tidak buta huruf. Lebih lanjut, Santiago
memiliki wawasan yang luas melebihi pekerjaan sehari-hari yang digelutinya. Orang
tua Santiago ingin Santiago menjadi seorang pendeta, namun Santiago hanya ingin
mengelilingi dunia. Keinginannya tersebut membuat Santiago memilih untuk
menjadi penggembala domba yang bebas berkeliling kemanapun dia sukai.
Baca juga: Dampak Globalisasi Terhadap Demokratisasi Ekonomi Rakyat Indonesia
Hidup adalah pilihan
Hidup selalu menyuguhkan pilihan. Setiap pilihan mengandung
rangkaian ujian kehidupan yang berbeda-beda. Ada kalanya seorang manusia diuji
dengan berbagai pilihan yang membingungkan. Banyak di antara mereka yang
memilih bukan berlandaskan keinginannya sendiri. Dipaksa oleh kenyataan untuk
memilih sesuatu secara paksa. Hal tersebut menyebabkan pelaksanaan kehidupan
tidak menghadirkan value. Tetapi, ada kalanya manusia memilih
berdasarkan nafsunya sendiri tanpa berpikir panjang sehingga jalan yang dilalui
terkesan keliru.
Tidak ada yang tahu salah benarnya kehidupan manusia, setelah
semuanya selesai dijalani. Masa depan adalah misteri, manusia tidak pernah
benar-benar tahu apakah yang dilaluinya benar seratus persen atau bahkan salah seratus
persen. Manusia hanya bisa menjalaninya dengan menghadirkan kepercayaan sepenuh
hati bahwa selalu ada hikmah di balik perjalanan yang dilaluinya. Setelah
perjalanan itu selesai, manusia akan mengetahui nilai yang sebenarnya dari kehidupan
itu sendiri.
Sama seperti Santiago. Jika Santiago memilih untuk menjadi pendeta,
maka Santiago tidak akan pernah mengalami bagaimana menjadi penggembala yang
bebas berkeliling kemanapun ia sukai. Santiago tidak akan menemukan hal baru,
sebagaimana yang ia temui sebagai seorang penggembala.
Perjalanan baru
Suatu waktu, Santiago bertemu peramal yang mengatakan bahwa ia akan
mendapatkan harta karun yang tidak akan habis meski digunakan oleh tujuh
turunannya sekalipun. Peramal tersebut meminta imbalan sebagai balas jasa
informasinya, ketika Santiago berhasil mendapat harta karun maka Santiago harus
membaginya dengan peramal itu. Awalnya Santiago tidak terlalu memercayainya
karena ia paham bahwa kebanyakan peramal berbohong. Tetapi, nyatanya Santiago
justru memercayai peramal dan menjual seluruh dombanya untuk melakukan
perjalanan baru mencari harta karunnya.
Baca juga: Logika dan Algoritma
Dalam perjalanan itu, Santiago bertemu orang tua berzirah yang banyak bercerita kepadanya. Orang tua itu memberi nasihat ketika orang menginginkan atau mengharapkan sesuatu, maka alam semesta akan bersatu untuk menolongnya dalam meraih impian. Sebelum berpisah, Santiago diberi dua batu penolong untuk membaca tanda, batu itu bernama Urim dan Thummim. Sama seperti setiap orang di kehidupan, tentu ada berbagai ujian yang dilalui Santiago dalam mencari harta karunnya. Sampai-sampai suatu waktu Santiago hampir terlupa dengan harta karunnya karena memeroleh kejayaan lain di samping perjalanannya mengejar harta karun.
Banyak di antara kita sebagai sosok manusia lupa akan tujuan awal
yang dituju karena menemukan suatu hal lain yang bersinar menyilaukan seakan
memberi nyawa pada nafsu untuk melupakan tujuan. Jika manusia mengikuti hawa
nafsunya, maka tujuannya akan semakin jauh dari dirinya. Semakin hilang dan
tidak akan teringat lagi, semuanya hanya akan menjadi sesal di kemudian hari.
Kisah yang ditulis oleh Paulo Coelho ini memberikan pemahaman agar
tidak mudah terseret hawa nafsu sesaat hingga lupa pada apapun tujuan di dalam
kehidupan. Pembelajaran yang bisa dikaitkan dengan nilai-nilai Islam adalah
manusia yang memiliki dua tujuan sebagai khalifah fil ard (wakil Allah di muka
bumi) dan abdullah (hamba Allah). Manusia sering lupa dengan hingar bingar dunia.
Lupa tugasnya sebagai khalifah sekaligus abdullah. Semoga pembaca mampu
memahami tanda alam dan tidak melupakan tugas awal manusia sebagaimana manusia
diciptakan di muka bumi. Selamat membaca dan selamat memahami tanda-tanda alam
semesta.
No comments:
Post a Comment