Buya Hamka Sebuah Novel Biografi – Ahmad Fuadi
(Resensi oleh Firman Hardianto)
Ahmad Fuadi, seorang penulis yang lahir di kampung kecil dekat
Danau Maninjau, Sumatera Barat semakin serius menulis biografi tokoh dalam
suatu karya kekinian berupa novel. Semenjak karya pertamanya tentang novel
biografi “Merdeka Sejak Hati” yang mengisahkan salah satu pendiri organisasi
mahasiswa terbesar di Indonesia, Lafran Pane hadir di 2019 kini Ahmad Fuadi
kembali merilis karya novel biografi.
Novel biografi kedua dari Ahmad Fuadi mengisahkan sesosok ulama
nusantara yang menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama dalam
sejarah berdirinya MUI di tanah air. Sosok itu ialah Haji Abdul Malik Karim
Amrullah (HAMKA) – yang lebih akrab disapa Buya Hamka.
Tentu menilik bentuk karyanya adalah novel, Ahmad Fuadi menyasar
untuk mengenalkan Buya Hamka utamanya pada kalangan remaja. Bentuk novel ini
dianggap sebagai karya yang mampu menembus minat baca remaja. Anggapan ini
didasarkan karena remaja cenderung membaca novel daripada tulisan-tulisan
‘berat’ seperti biografi, dan lain-lain.
Baca juga: Belajar Bersabar dari Film Ranah 3 Warna
Patut Dikenalkan
Ahmad Fuadi dan Buya Hamka adalah dua tokoh ranah Minang yang
namanya dikenal oleh jagat masyarakat tanah air. Perbedaannya adalah Buya Hamka
telah menjadi tokoh semenjak berpuluh-puluh tahun yang lalu, sedangkan Ahmad
Fuadi tengah menjadi tokoh tanah air di masa sekarang. Keduanya sama-sama tokoh
yang besar karena tulisan-tulisannya yang luar biasa.
Sebagai tokoh besar, tentu keduanya takkan mengatakan bahwa diri
mereka besar. Yang ada adalah tokoh terbaru akan mengenalkan tokoh sebelumnya
sebagai tokoh besar. Namun, Buya Hamka bukan saja patut dikenalkan karena sesama
tokoh asal Minang dengan penulis, Ahmad Fuadi. Tetapi beliau juga merupakan
tokoh kenamaan yang dimiliki bangsa Indonesia.
Setelah membaca novel biografi Buya Hamka, saya memberikan
pandangan ada beberapa alasan mengapa Buya Hamka patut dikenalkan. Pertama,
garis kehidupan yang dijalani Buya Hamka dapat menjadi pembelajaran bagi
pembaca. Buya Hamka menjalani kehidupan yang tidak mudah. Beliau yang
diandalkan oleh Ayahnya (Haji Rasul) agar menjadi tokoh penerus, tetapi
mengawali kisah itu dengan kegagalan. Namun, jalan yang ditempuh Buya Hamka pada
akhirnya membuat dirinya menjadi tokoh yang mampu meneruskan perjuangan
Ayahnya.
Baca juga: Akankah Senyummu Kembali Menyejukkan Senjaku?
Kedua, kegagalan yang pernah diterima Buya Hamka dapat menjadi
dorongan semangat bagi pembaca. Pengetahuan bahwa tokoh pernah gagal dapat
menjadi pelecut semangat para pembaca untuk terus berjuang. Tidak semua
perjuangan yang dilakukan berhasil, tetapi tidak akan ada keberhasilan jika
tidak pernah berjuang. Maka, berbagai kisah yang tersaji dari novel biografi
Buya Hamka dapat menambah daya juang para pembaca.
Ketiga, peringatan bahwa harta dan jabatan hanya titipan.
Diceritakan di dalam novel bahwa Buya Hamka beberapa kali naik dan terseok.
Sempat berada dalam kesuksesan tertinggi dan pernah juga ketimpaan kegagalan.
Pernah menjadi pemimpin redaksi sebuah majalah, pernah menjadi Ketua Cabang
Muhammadiyah, hingga Ketua MUI. Tetapi semua itu datang silih berganti. Ketika
sudah saatnya diambil, maka semua yang telah diemban akan sirna. Perlu menjadi
pembelajaran bagi pembaca bahwa tidak pantas mempertahankan jabatan
mati-matian. Tetapi ketika memiliki jabatan, gunakanlah untuk umat dan kebaikan.
Well, novel
biografi Buya Hamka sangat asyik untuk dibaca. Tentunya sesuai tujuan dari
Ahmad Fuadi, saya yakin kaum millennial (red: pembaca) akan semakin mengenal
tokoh Buya Hamka dan lebih mudah mempelajarinya melalui sajian berbentuk novel.
Kalian tidak perlu khawatir akan merasa bosan karena sajian Ahmad Fuadi dalam
novel ini tidak seperti pelajaran sejarah yang begitu monoton. Seperti
karya-karya Ahmad Fuadi yang masuk layar bioskop, kita doakan saja semoga kisah
biografi Buya Hamka pun kelak juga dapat dikisahkan dalam bentuk film. Selamat
membaca.
No comments:
Post a Comment