Harga Tembakau Rendah, Petani di Giripurno Temanggung Beralih Tanam Sayur - Kuresensi Media

Harga Tembakau Rendah, Petani di Giripurno Temanggung Beralih Tanam Sayur

Ilustrasi. Harga Tembakau Rendah, Petani di Giripurno Temanggung Beralih Tanam Sayur
Gambar oleh mahasiswa KKN UIN Walisongo

KURESENSI MEDIA -
Temanggung merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang terkenal sebagai penghasil tembakau. Di kalangan produsen rokok, tembakau Temanggung sangat terkenal karena kualitasnya yang baik. 

Bahkan terdapat tembakau yang mencapai harga Rp 850.000 per kilogram untuk jenis Srintil yang sesuai dengan standar kualitas pabrik. 

Namun tidak banyak petani yang dapat menjual tembakau tersebut karena selain dari perawatan juga bergantung dengan faktor cuaca sehingga mayoritas petani tembakau menjual pada kisaran harga Rp 50.000 – Rp 80.000 per kilogram.

Beberapa tahun terakhir, banyak petani tembakau yang merugi karena harga jual tembakau yang rendah. Faktor utama yang menyebabkan rendahnya harga tembakau yaitu karena makelar. 

Baca juga: Mahasiswa KKN UIN Walisongo Semarang Beri Penyuluhan Kesehatan di Desa Giripurno Temanggung

Makelar ialah perantara perdagangan antara penjual dan pembeli. Banyak petani yang tertipu oleh makelar sehingga merasa kapok untuk menjual tembakau. 

Faktor selanjutnya yaitu karena kualitas tembakau yang tidak memenuhi standar kualitas pabrik yang disebabkan oleh faktor alam, terutama cuaca. 

Cuaca yang tidak menentu kerap membuat petani gagal panen karena tembakau yang dihasilkan tidak sesuai dengan permintaan pabrik sehingga akan sulit bagi petani untuk menjual tembakau tersebut bahkan ketika dijual pun harus menerima kenyataan pahit karena harganya jauh dari harga biasanya.

Harga jual yang rendah tentu membuat pendapatan petani rendah pula, namun pada kenyataannya modal awal yang telah digelontorkan oleh petani tidaklah sedikit.

Baca juga: Fakta Menarik Tentang Alam Sewu Temanggung

Perlu diketahui bahwa mayoritas petani tembakau meminjam modal untuk menanam tembakau dengan bunga yang cukup besar. 

Sehingga dengan pendapatan yang rendah maka kebutuhan sehari-hari petani tidak tercukupi. Karena hal itulah banyak petani tembakau yang berganti ke komoditas sayuran.

Giripurno Beralih Komoditas Tanam

Salah satu desa di Kabupaten Temanggung yang mayoritas petani tembakaunya beralih ke sayuran ialah petani di Desa Giripurno, Kecamatan Ngadirejo. Dahulu masyarakat di Desa Giripurno masih mengandalkan tembakau untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. 

Namun karena faktor yang telah disebutkan membuat warga harus mencari alternatif (jalan keluar) dari permasalahan tersebut. 

Baca juga: Mahasiswa KKN UIN Walisongo Beri Pelatihan Bisnis Online di Desa Giripurno Temanggung

Mereka harus bangkit dari keterpurukan ekonomi yang saat itu terjadi sampai akhirnya para petani mulai menanam sayur sebagai ladang mencari penghidupan. Hal ini tentu saja perlu waktu terlebih Kabupaten Temanggung sendiri sudah dikenal di Indonesia sebagai penghasil tembakau. 

Masa panen sayuran tidak selama ketika menanam tembakau, begitupun modal yang dikeluarkan untuk menanam sayuran tidak sebanyak saat menanam tembakau. 

Hal ini mampu membuat warga untuk mencoba bercocok tanam sayuran karena selain perputaran uang berjalan lancar, sayuran juga dapat dikonsumsi untuk kebutuhan pangan sehari-hari.

Saat ini mulai dari dewasa hingga orang tua di Desa Giripurno setiap hari bercocok tanam sayuran di ladang mereka. Setiap pagi mereka berangkat ke ladang dengan membawa bekal makan siang. 

Baca juga: Olahraga sebagai Penjaga Sistem Imunitas di Masa Pandemi

Sekitar jam 1 siang mereka sudah kembali ke rumah masing-masing. Mayoritas warga menanam sayuran seperti sawi, kubis, daun bawang, bawang merah, cabai,  buncis dan lainnya. 

Di antara sayuran tersebut cabai merupakan komoditas yang paling banyak ditanam oleh para petani sayur baik cabai rawit maupun cabai keriting. 

Mereka menanam cabai dalam gundukan tanah yang ditutup dengan polybag. Di pinggir lahan, petani memanfaatkannya untuk menanam sayuran lainnya seperti sawi sehingga akan lebih menguntungkan mereka. 

Hal ini karena masa panen cabai yaitu kisaran 2-4 bulan setelah masa tanam, sedangkan umur panen terlama sawi yaitu 70 hari.  Jadi, sebelum cabai mencapai masa panen para petani bisa memanen dan menjual sawi terlebih dahulu. 

Baca juga: Pengaruh Ketidakpatuhan Masyarakat Terhadap Penyebaran Covid-19

Hasil panen sayuran tersebut banyak yang dijual ke luar Kabupaten Temanggung dan harga sayuran terbilang stabil dibanding tembakau. 

Penghasilan dari menanam sayuran mampu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bahkan banyak petani yang hidupnya kini lebih sejahtera dengan menanam sayur.[s]

(Dwi Mayangsari/ Mahasiswa UIN Walisongo Semarang)

Powered by Blogger.