3 March 2020

Refleksi Hari Kasih Sayang

google.com


Hari valentine atau disebut juga hari kasih sayang, telah kita lewati bersama satu bulan lebih yang lalu. 14 Februari, pasangan-pasangan yang tengah menjalin asmara saling berlomba mengutarakannya pada hari itu. Pernak pernik khas valentine day pun bertebaran dimana-mana meramaikan acara tersebut. 

Bukan hanya setiap pasangan yang unjuk gigi saling mengungkapkan perasaannya. Para pelaku usaha banyak yang membuat promo atau event khusus sebagai ajang promosi diri. Karena di event seperti ini omset bisa saja naik berkali lipat karena kecenderungan permintaan suatu barang meningkat di saat menjadi trend pada hari tertentu, seperti valentine day ini.


Tentunya event seperti ini menjadi peluang usaha bagi banyak pihak yang dapat memanfaatkannya. Karena sudah menjadi kebiasaan baru bagi khalayak untuk merayakan Valentine day. Khususnya anak muda masa kini yang terkenal dengan sebutan Generasi Millenial.

Valentine day bukanlah budaya asli timur. Budaya ini adalah serapan dari budaya barat yang menjadi trend di kalangan millenial. Namun lambat laun budaya ini justru merusak tatanan budaya Indonesia. Indonesia yang terkenal dengan adat ketimuran, mulai tergerus oleh perkembangan zaman.

Kita sebagai generasi muda patutnya bersikap skeptis terhadap hal baru. Skeptis adalah sikap tidak menerima apa adanya. Kebiasaan bersikap skeptis akan membuat seseorang tidak mudah diperdaya atau terpengaruh karena orang skeptis akan melakukan cross check terhadap suatu hal yang Ia temui. Tentu saja sebagai generasi yang berintelektual, kita perlu bersikap skeptis salah satunya terhadap budaya barat Valentine day. Kita perlu mencari data sejarah dari Valentine day agar tidak salah kaprah dalam melaksanakannya.
Dalam kasus Valentine Day, banyak hal-hal yang patut kita waspadai bersama sebagai penganut budaya ketimuran. Perayaan 14 November yang berlebihan perlu kita hindari bersama agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Namun karena Valentine day telah mengakar dimana-mana, kita tidak bisa langsung menghapus budaya ini. Ada cara halus yang mesti kita lakukan agar usaha yang dilakukan dapat diterima.


Memang akulturasi budaya seperti ini bukanlah hal baru yang terjadi di masyarakat. Bahkan sejak zaman dahulu kala telah terjadi akulturasi budaya yang menyebabkan adanya budaya baru sebagai akibat pencampuran budaya tersebut. Hanya saja sebagai penganut budaya ketimuran, kita tetap harus jeli memilah dan memilih kebiasaan yang baik untuk selanjutnya ditransformasikan sebagai kebudayaan. 

Kita bisa mencontoh cara-cara yang dilakukan Walisongo saat menyebarkan islam di tanah jawa. Para Walisongo itu tidak menghapus budaya asli masyarakat sekitar, tapi memodifikasinya sehingga ajaran Islam dapat diterima dengan damai. Langkah seperti ini bisa menjadi terobosan ampuh dalam menangani kasus Valentine Day.